Kamis, 04 Februari 2010

Cinta di Atas Anak Tangga "H-9"



Laki-laki China berusia 70 tahun yang telah memahat 6000 anak tangga dengan tangannya (hand carved) untuk isterinya yang berusia 80 tahun itu meninggal dunia di dalam goa yang selama 50 tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya.

50 tahun yang lalu, Liu Guojiang, pemuda 19 tahun, jatuh cinta pada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chaoqin


Pada waktu itu tidak bisa diterima dan dianggap tidak bermoral bila seorang pemuda mencintai wanita yang lebih tua. Untuk menghindari gossip murahan dan celaan dari lingkungannya, pasangan ini memutuskan untuk melarikan diri dan tinggal di sebuah goa di Desa Jiangjin, di
sebelah selatan Chong Qing. Pada mulanya kehidupan mereka sangat menyedihkan karena tidak punya apa-apa, tidak ada listrik atau pun makanan. Mereka harus makan rumput-rumputan dan akar-akaran yang mereka temukan di gunung itu.

Dan Liu membuat sebuah lampu minyak tanah untuk menerangi hidup mereka. Xu selalu merasa bahwa ia telah mengikat Liu dan is berulang-kali bertanya,"Apakah kau menyesal?" Liu selalu menjawab, "Selama kita rajin, kehidupan ini akan menjadi lebih baik".

Setelah 2 tahun mereka tinggal di gunung itu, Liu mulai memahat anak-anak tangga agar isterimya dapat turun gunung dengan mudah. Dan ini berlangsung terus selama 50 tahun.

Setengah abad kemudian, di tahun 2001, sekelompok pengembara (adventurers) melakukan explorasi ke hutan itu. Mereka terheran-heran menemukan pasangan usia lanjut itu dan juga 6000 anak tangga yang telah dibuat Liu.


Liu Ming Sheng, satu dari 7 orang anak mereka mengatakan, "Orang tuaku sangat saling mengasihi, mereka hidup menyendiri selama lebih dari 50 tahun dan tak pernah berpisah sehari pun. Selama itu ayah telah memahat 6000 anak tangga itu untuk menyukakan hati ibuku, walaupun ia tidak terlalu sering turun gunung.

Pasangan ini hidup dalam damai selama lebih dari 50 tahun. Suatu hari Liu yang sudah berusia 72 tahun pingsan ketika pulang dari ladangnya. Xu duduk dan berdoa bersama suaminya sampai Liu akhirnya meninggal dalam pelukannya. Karena sangat mencintai isterinya, genggaman Liu sangat sukar dilepaskan dari tangan Xu, isterinya.


"Kau telah berjanji akan memeliharakanku dan akan terus bersamaku sampai akan meninggal, sekarang kau telah mendahuluiku, bagaimana akan dapat hidup tanpamu?"

Selama beberapa hari Xu terus-menerus mengulangi kalimat ini sambil meraba peti jenasah suaminya dan dengan air mata yang membasahi pipinya.

Pada tahun 2006 kisah ini menjadi salah satu dari 10 kisah cinta yang terkenal di China, yang dikumpulkan oleh majalah Chinese Women Weekly.

Pemerintah telah memutuskan untuk melestarikan "anak tangga cinta" itu, dan tempat kediaman mereka telah dijadikan musium agar kisah cinta ini dapat hidup terus.

Rabu, 03 Februari 2010

Bukan Saja Honda Civic yang akan ditarik


Alat suntikan khusus untuk insulin juga akan ditarik.
Sesuai surat khusus dari U.S. Food and Drug Administration, maka suntikan insulin buatan Nipro Medical Corporation, GlucoPro Insulin Syringe, yang didistribusikan dari US dan Puerto Rico expiration dates sebelum Nov. 1, 2011 harus ditarik karena kerusakan pada bagian jarumnya.
Jarum pada alat suntik ini dapat terlepas sehingga dapat tertancap di vial/botol insulin atau kulit pasien.
Tidak diketahui apakah jenis suntikan ini telah beredar di Indonesia.

Batu Bata yang Rusak H-10




Kisah itu tentang seorang fisikawan yang memutuskan untuk menjadi biksu. Seperti yang kita ketahui, tidak ada biksu yang kaya... mereka terbiasa hidup apa adanya..(padahal kalau saja dia mau melanjutkan hidup sebagai fisikawan pastilah dia sudah kaya raya sekarang...)

Pada suatu ketika para biksu tersebut ingin membangun sebuah wihara untuk mereka beribadah. Akan tetapi setelah mereka sanggup membeli tanah untuk wihara, mereka jatuh bangkrut. Mereka terjerat hutang. Tidak ada bangunan diatas tanah itu, bahkan sebuah gubuk pun tidak ada. Pada minggu – minggu pertama, mereka tidur diatas pintu – pintu tua yang mereka beli murah dari pasar loak. Mereka mengganjal pintu – pintu itu dengan batu bata disetiap sudut untuk meninggikannya dari tanah (tidak ada matras – tentu saja, mereka adalah petapa hutan).

Mereka hanyalah biksu – biksu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Mereka tidak mampu membayar tukang (bahan – bahan bangunan saja sudah cukup mahal). Jadi fisikawan tersebut harus belajar cara bertukang : bagaimana menyiapkan pondasi, menyemen, dan memasang batu bata, mendirikan atap, memasang pipa – pipa (pokoknya semuanya...) . Dia adalah seorang mantan fisikawan dan guru SMA sebelum menjadi biksu, tidak terbiasa bekerja kasar. Setelah beberapa tahun dia menjadi cukup terampil bertukang. Tetapi pada saat memulai, ternyata bertukang itu sangatlah sulit.

Kelihatannya gampang, membuat tembok dengan batu bata : tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok sana, sedikit ketok sini. Ketika dia mulai memasang batu bata, dia ketok satu sisi untuk meratakannya, tapi sisi lainnya malah jadi naik. Lalu dia ratakan sisi yang naik itu, batu batanya jadi melenceng. Setelah diratakan kembali, sisi yang pertama malah terangkat lagi !!!!

Sebagai seorang biksu, dia memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang dia butuhkan. Dia pastikan setiap batu bata terpasang dengan sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya dia berhasil menyelesaikan tembok batu batanya yang pertama dan berdiri dibaliknya untuk mengagumi hasil karyanya. Saat itulah dia melihatnya.. . Oh tidak... dia telah keliru menyusun dua buah batu bata. Semua batu bata yang lain sudah lurus, tetapi dua batu bata tersebut tampak miring. Mereka terlihat jelek sekali. Mereka merusak keseluruhan tembok. Mereka meruntuhkannya. ..

Saat itu semen sudah terlanjur keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi biksu itu bertanya kepada kepala wihara apakah dia boleh membongkar tembok itu dan membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu, meledakkannya sekalian. Biksu itu telah berbuat kesalahan dan dia menjadi gundah gulana. Kepala wihara bilang tidak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.

Ketika biksu tersebut membawa tamu pertamanya berkunjung mengelilingi wihara yang baru setengah jadi, dia selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok batu bata yang dia buat. Biksu itu tidak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, kira – kira 3 – 4 bulan setelah dia membangun tembok itu, biksu tersebut berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.. ...

”Itu tembok yang indah,” pengunjung itu berkomentar dengan santainya.

”Pak,” biksu itu menjawab dengan terkejut, ”apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Tidakkah anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?”

Apa yang pengunjung itu ucapkan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan biksu tersebut terhadap tembok itu, berkenaan dengan diri dia sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, ”Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga melihat 998 batu bata yang bagus.”

Biksu itu tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, dia mampu melihat batu bata - batu bata lainnya selain dua bata jelek itu. Di atas, dibawah, di kiri, dan di kanan dari dua bata jelek itu adalah batu bata – batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, jauh lebih banyak daripada dua bata jelek itu. Selama ini mata biksu itu hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah dia perbuat.... dia terbutakan oleh hal - hal lainnya. Itulah sebabnya biksu tersebut tidak tahan melihat tembok itu, atau tidak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya dia ingin menghancurkannya. Sekarang dia dapat melihat batu bata – batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tidak terlalu buruk lagi. Tembok itu menjadi, seperti yang dikatakan pengunjung tadi, ” Sebuah tembok yang indah.”

Tembok itu masih tetap berdiri sampai hari ini, setelah puluhan tahun, namun biksu itu sudah lupa dimana letak persisnya dua bata jelek itu berada. Dia benar – benar tidak dapat melihat kesalahan itu lagi.

*

Berapa banyak orang yang memutuskan hubungan atau bercerai karena semua yang mereka lihat dari diri pasangannya adalah ”dua bata jelek?” Berapa banyak diantara kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin bunuh diri, karena semua yang kita lihat dalam diri kita hanyalah ”dua bata jelek?” Pada kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata yang bagus (diatas, dibawah, dikiri, dan dikanan dari yang jelek....) namun pada saat itu kita tidak mampu melihatnya. Malahan setiap kali kita melihatnya, mata kita hanya terfokus pada kesalahan yang kita perbuat.. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan kita mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karena itu kita ingin menghancurkannya. Dan terkadang, sayangnya, kita benar – benar menghancurkan ”sebuah tembok yang indah”.

Kita semua memiliki ”dua buah bata jelek”, namun batu bata yang baik didalam diri kita masing – masing jauh lebih banyak daripada bata yang jelek. Begitu kita melihat batu bata yang baik, semua akan tampak tidak terlalu buruk lagi. Bukan hanya kita bisa berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan – kesalahan kita namun juga bisa menkmati hidup bersama pasangan kita.....

Saya juga mempunyai beberapa kawan yang berprofesi sebagai tukang bangunan. Mereka memberi tahu saya tentang rahasia profesi mereka :

” Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan,” katanya, ”tetapi kami bilang kepada pelanggan kami bahwa itu adalah ”ciri unik” yang tiada duanya di rumah – rumah yang lain. Lalu kami menagih biaya extra untuk ”ciri unik” tersebut !!!”

Jadi, ”ciri unik” di rumah anda, bisa jadi, awalnya adalah sebuah kesalahan. Dengan cara yang sama, apa yang anda kira sebagai kesalahan pada diri anda, rekan anda, pasangan anda, atau hidup pada umumnya, dapat menjadi sebuah ”ciri unik”, yang memperkaya hidup anda di dunia ini, ketika anda tidak lagi terfokus padanya....


Happy Valentine Day...NTAR H-10

Jakarta "Satu"


Sepanjang jalan menuju daerah Sudirman pagi ini saya jadi berpikir apa yang bisa saya pakai untuk mengisi blog ini yang selalu kosong. Dengan hanya membuka mata dan merekam setiap kejadian di otak ini saya coba menuangkan tulisan ini.

Hari ini terbayang tentang Jakarta, model transportasi apa yang cocok, apakah model transportasi terprimitif, jalan kaki masih bisa dilakukan.

Jam 09.30 saya sudah harus siap siap sesuai janji ketemu kopral Jono dari Purwakarta. Janji awalnya dibuat di daerah Senen, tapi mempertimbangkan macet, yang saya juga tidak tahu di daerah mana saja, kami berjanji bukan bersumpah untuk ketemu di depan “Komdak”. Nama lokasi yang saya tahu letaknya tapi saya tidak tau artinya. Setelah dicek ke mbak google http://kamus.kapanlagi.com/contain/komdak

Untuk sampai di daerah itu saya punya banyak sekali pilihan yang bisa dipakai untuk dinaikin, “pilihan kata yang aneh”, karena memang saya naik diatasnya. Jalan kaki, naik diatas kaki, ojek, naik di atas sepeda motor, taxi, naik di dalam mobil perusahan transportasi yang ber AC atau kopaja, naik ke dalam alat penyiksa termoderen di Jakarta. Tentunya saya tidak perlu menjelaskan arti penyiksa di info terkahir saya kan? Kecuali anda yang setiap hari keluar dari rumah berAC ke mobil berAC yang dibawa supir pribadi, ke kantor atau sekolah berAC. Atau anda yang matanya sudah tidak normal karena tidak bisa melihat penderitaan orang yang berjejal di bus atau kopaja di Jakarta..

Pilihan jatuh ke ojek, cepat, sesuai dengan detik yang berpacu, anti macet tapi tidak anti air, cuaca menyetujui.

Dengan ojek langganan saya meluncur ke daerah komdak melewati daerah Casablanca, di daerah pemakaman umum, TPU Menteng Pulo, yang ada rumah masa depan kita sewaktu menjadi mantan manusia nanti. Lumayan besar juga daerah pemakaman ini, dengan hiasan salib di setiap makam, gunanya apa salib di makam ya? Apa itu bukti orangnya sangat beragama, mungkin pengganti salib besi besar yang digantung di leher sewaktu masih hidup.

Masuk ke underpass Casablanca, serem juga…lebay…ini kan masih siang.

Hanya dengan perjalanan 10 menit saya sudah tiba di seberang Komdak dan dengan menggunakan jembatan penyebrangan yang ada di depan Komdak saya melintasi tol dalam Kota yang tumben sudah tidak macet.

Disini, di depan Komdak ini mata saya bermain dengan lintasan mobil bus AC, kopaja, taxi berjenis jenis, dan ojek yang parker di atas trotoar dan serombongan pengamen yang siap beraksi.

Lokasi di depan Komdak ini adalah lokasi sistim transportasi yang terintegrasi secara alami tanpa terminal yang memadai. Setiap penumpang dari daerah timur, Bekasi dan sekitarnya bisa turun dan langsung berganti ke bus atau kopaja yang menuju daerah selatan, Blok M dan sekitarnya. Atau dengan menggunakan ojek atau taxi ke kantor kantor terdekat. Bisa dibayangkan berapa banyak arus masuk keluar mobil dan orang di lokasi ini, dan berapa besar peluang macet jika tidak bisa diatur. Tidak bisa diatur itu kata klise yang terlihat dari tukang ojek yang masik parker di atas trotoar atau taxi yang berhenti semaunya atau bus yang berhenti di tengah jalan. Memang kalau dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu daerah depan Komdak ini sudah lebih baik dengan berkurangnya penjual kaki lima atau ojek dan taxi dengan adanya pengeras suara yang selalu bersuara memperingati setiap pelanggaran kecil. Sayangnya harus dilakukan berulang, seandainya ada kaset yang bisa diputar berulang.

Di lokasi ini juga kita bisa melihat mobil mobil mewah dengan harga ratusan juta atau miliar bisa berseliweran dengan bus yang penuh dan dijejalin orang yang berdiri bergantung bertukaran bau ketek. Gambaran klise kota kota Negara berkembang katanya.

Dari semua aktifitas di lokasi ini jalan kaki hanya dilakukan ama polisi yang sedang mengawasi arus lalu lintas itu. Dan tentunya saya yang hanya berjalan melintas jembatan penyembrangan jalan di depan Komdak. Berharap banyak? Tentu saja tidak perlu.